Rabu, 01 Maret 2017

ASMIDA: Pemahaman Perilaku Anak Dengan Autisme




Hilir mudik orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah mulai nampak digerahnya siang selesai sholat jumat bagi yang melaksanakannya 17 Februari 2017, selain itu ada juge yang pergi sendiri mengayuh sepeda lengkap dengan pakaian melayu dan kopiah (waduh jadi ingat pemandangan saat penulis jalan2x ke malaysia tapi tempat pastinye tak ingat, waktu itu kami sedang di bus). Setelah meletakkan tas dikelas dari ruang kerja saat istirahat penulis tersenyum melihat mereka menaiki gundukan tanah timbun dekat kantor pakai sepeda, calon-calon pembalap juge nampaknya tapi harus sekolah dulu biar jadi pembalap pintar suaikan....
Penulis mulai meneruskan tulisan yang telah dimulai sejak tanggal 15 Februari 2017 tentang anak penyandang Autisme saat riuh rendah pembalap cilik bereaksi mendaki gundukan tanah timbun sebelum masuk sekolah yang tidak berapa meter jaraknya dari kantor, sedang kalau balek sekolah mulai mengocah air yang tergenang walau sekarang sudah mulai kurang dengan sepatu yang dijinjing dan menyengseng celana atau rok supaye jangan basah hahaha....
Balek ke masalah autisme tadi, semenjak salah satu keluarga dideteksi terkena autisme, bahan yang dibaca semakin bertambah selain buku manajemen, filsafat, matematika, buku pendidikan maupun perundang- undangan salah satu yang menjadi fokus bacaan dan pengamatan penulis diwaktu senggang adalah mengenai perilaku anak dengan autisme, pada tulisan ini penulis tidak mendefenisikan tentang sebab dan mengapa itu terjadi biarlah orang yang lebih pakar menyampaikannya, penulis dalam tulisan ini hanye ingin sedikit berbagi pendapat hasil dari telaah beberapa sumber bacaan serta perbincangan dengan berbagai pendidik yang menangani masalah khusus ini di lembaga pendidikan selama beberapa tahun belakangan ini, penulis  menganalisa serta menyimpulkan dari berbagai sumber tadi apa yang harus dilakukan oleh orang terdekat khususnya orang tua. Pengamatan beberape tahun belakangan ini jujur menurut hemat penulis tidak ada formula tetap saat menangani perilaku anak autisme, tidak ada, mereka  bergerak sangat cepat sementara orang tua khususnya bergerak lambat dengan berbagai kebingungan, dan perdebatan dalam hati antara menerima dan tidak apa yang menimpa pada sianak dan perdebatan terbuka saling menyalahkan antar kedua orang tua yang menyebabkan sianak menyandang autisme, kalau dimisalkan dalam matematika penulis mau mengatakan anak autisme bergerak seperti deret ukur sedang orang tua seperti deret hitung. Seharusnya ini tidak terjadi pada orang tua khususnya saat anak yang dideteksi oleh dokter mengalami gangguan perilaku atau autisme, bersedihlah untuk sesaat sudah itu pikirkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk jangka panjang yang tidak bisa dianggap sepele seperti menambah wawasan dengan membaca, berdiskusi dengan dokter yang menangani anak, atau dengan orang tua yang anaknya mengalami hal yang sama, bukan untuk ditiru atau disamakan cara penanganannya karna masing-masing anak autisme tingkatannya berbeda, dengan demikian penanganannya juga beda, ingat ini adalah anak berkebutuhan khusus banyak yang harus disiapkan oleh orang tua perbulan seperti biaya terapi yang biayanya jutaan, belum lagi obat-obatan yang harus dibeli untuk mengurangi sianak menyiksa diri seperti memukul kepala, memukul badan atau menghantukkan kepala dsbnya, setelah itu kita serahkan pada yang punya segala kuasa Allah Swt.
Berikut beberape hal menurut hemat penulis yang harus dipahami tentang perilaku autisme yang penulis simpulkan dari berbagai sumber bacaan dari analisa dan pengamatan tidak terstruktur serta bincang-bincang dengan orang terdekat selain orang tua, sbb:
1. Jangan biarkan anak sendiri, ajak dia bicara walau dia tidak merespon sedikitpun, contoh sederhana panggil nama sianak, misal: “lala...ngape tu....” ( berulang ulang), kalau anak tidak merespon setelah berulang - ulang arahkan pandangan anak ke kita sambil menyebut namanya, misal: “ lala...hei ngape tu” biasanya anak akan ketawa tapi bisa saja tiba-tiba  anak menangis dan mulai memukul mukul wajah.
2. Orang tua harus tau jadwal minum susu atau makan anak, kapan die haus atau lapar dsbnye jangan sampai anak melukai diri dengan memukul-mukul kepala, dagu atau perilaku merusak lainnya, baru sibuk mencari botol susu, siapkan beberapa botol yang bersih, hal ini mengingat hampir tidak adanya komunikasi anak autis secara umum sehingga sulit mengetahui apa yang dibutuhkan atau diinginkan jadi orang tualah yang harus ekstra aktif.
3. Pinggirkan hal yang dapat melukai anak yang membuat dia tidak nyaman,anak autisme biasanya kaget dengan perubahan, biasanya dia akan menyingkirkan barang- barang yang menurut dia mengganggu misal: hiasan bunga, bantalan kursi, alas meja dsbnya.
4. Walau tidak bicara tapi anak autisme memperhatikan kegiatan orang disekitarnya, nampaknya mereka sangat merekam apa yang dilihatnya secara terus menerus, salah satu contoh dirumah ada keluarga terdekat sering membaca buku maka sianak autisme walau bukan hari yang sama juga akan mengambil buku, walau dia tidak tau untuk apa, namun bagi orang tua khususnya ini modal tentang kepekaan anak, melatih gerak tangannya dsbnya.
5.Bagi rumah yang bertingkat harus lebih waspada karna anak autisme bisa saja menaiki tangga menuju lantai atas sendirian, dia meniru anggota keluarga dirumah yang berulang kali menaiki tangga, kalau anak biasa mungkin masih bisa ditolerir sebab anak mampu merespon, berteriak atau paham kalau dipanggil kalau anak autisme dengan dunianya sendiri, sulit berkomunikasi. Oleh sebab itu dibutuhkan kedekatan anggota keluarga khususnya orang tua sehingga diharapkan dapat memahami bahasa anak penyandang autisme.
6. Jangan banyak berharap akan kesembuhan total, tapi berharaplah agar sianak mampu mandiri sebab tidak selamanya orang tua sehat, tidak selamanya kehidupan seimbang semua pasti ada pasang surut kehidupan, inilah yang wajib dikedepankan dan dipahami orang tua khususnya.
7. Tidak ada kata lelah dan putus asa semua harus dijalani dengan ikhlas dan tawakal, banyak membaca perkembangan terbaru untuk ditelaah disesuaikan dengan kondisi sianak, bukan diterima begitu saja, baru-baru ini masih dibulan februari minggu kedua penulis membaca bahwa salah satu untuk mengurangi perilaku merusak diri anak autisme adalah dengan media gambar misal: orang tua atau orang terdekat dengan anak membuat gambar di kertas putih atau bewarna dihadapan anak secara berulang.
8. Berikan rambu-rambu pada anak mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan secara bertahap dan berulang ulang sejak dini, beri kode tersendiri agar anak autisme mampu mengerti walau sangat-sangat lambat dan butuh kesabaran yang luar biasa yang pasti akan memakan waktu yang tidak bisa dibatasi.
9. Informasikan pada anggota keluarga inti kondisi anak, sehingga anggota keluarga tidak bertanya tanya mengapa sianak kadang-kadang menangis tanpa sebab, memukul mukul kepala, mengeluarkan suara aneh, berjalan tidak berarah, tidak menatap, tidak fokus, membanting hal-hal yang menurut pandangan anak autisme aneh tidak biasa dilihatnya dsbnya begitu juga dengan tetangga, sampaikan kondisi anak kita apa adanya saat kita membawa anak keluar rumah misal jalan-jalan di pekarangan menengok tanaman, atau ketempat umum atau ke ketaman kota dsbnya,  inilah yang dilakukan salah satu orang tua beberape tahun lalu saat  penulis mengikuti seminar tentang autisme, " inilah anak khusus kami ucap sang ayah yang menggendong sang anak berkebutuhan khusus saat menyalami penulis, walau tidak dibilangpun penulis maupun yang lain sudah tau dia anak khusus tapi tetap sang ayah memperkenalkan keberadaan sang anak ".
10. Walau peran kedua orang tua sangat dibutuhkan dalam memperhatikan perilaku anak autisme saat mereka dirumah setelah melakukan terapi dibawah pengawasan dokter, namun anggota inti khususnya yang masih bertenaga, yang masih muda diharapkan membuka mata hati berpartisipasi ikut memperhatikan gerak gerik anak yang kuat yang sulit dikontrol oleh yang sudah berumur paling tidak agak terbantu sehingga yang telah berumur atau tua misal omanya dapat beristirahat, sedangkan untuk jangka panjang orang tua harus mencari penjaga tersendiri untuk mengawasi sianak untuk kesehariannya, selain dari oma atau anggota keluarga inti yang juga memikirkan membantu masalah keuangan yang tidak sedikit, agar cucu/kemenakan/saudare bisa mandiri saat beranjak besar, belum lagi berbagai kebutuhan dasar lainnya yang harus dipenuhi, oleh sebab itu disedikit waktu yang dipunyai hendaknya anggota keluarga inti yang lebih muda menggunakan dengan sebaik baiknya menolong ape yang dapat kate orang melayu, misal: saat oma sholat atau makan atau meluruskan badan karne penat,  kita mengambil alih membantu melihat dan mengajar anak penyandang autisme yang dengan cepat bergerak merusak barang atau menyakiti diri, ajar dia agar fokus walau hanya mengucapkan sepatah kata, sebab semakin sianak besar, dia semakin sulit dikontrol, ingat ini anak penyandang autisme bukan anak biasa.
11. Orang tua khususnya harus tega dan tegar saat mengajarkan anak autisme, jangan dibiarkan mereka berperilaku salah dengan alasan kasihan, ingatlah mereka semakin besar, mereka tetap harus tau tata krama, itulah pentingnya anak autisme diterapi dengan para ahlinya dan diperlukan sifat konsisten orang tua melaksanakan petunjuk dan memantau perkembangan anak autisme.
12. Mengingat biaya yang sangat besar, baik untuk terapi apalagi saat anak masuk sekolah khusus, perencanaan sejak dini sudah harus dipikirkan oleh kedua orang tua, mungkin kalau anak biasa saat anak terbentur dalam hidup yang dijalaninya, dia masih bisa berpikir (apalagi kalau anak telah didik sejak kecil untuk bertanggung jawab terhadap apapun yang dilakukan dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi),  tapi itu sangat sulit berlaku untuk anak autisme, yang seumur hidup nampaknya harus diterapi walau intensitasnya tidak sebanyak waktu dia masih kecil.
Akhirnya setelah segala upaya, daya, tenaga dikerahkan, serta doa, kita hanya mampu berserah pada pemilik jagad raya beserta isinya Allah Swt.

Berikut sebagai ilustrasi gambar si khusus SQS dalam berbagai kondisi.

GB. 1 
SQS Berjalan Mulai Kuat, Semangat...

Berjalan sudah mulai kuat, tapi tetap harus dipantau kalau tidak mereka meluncur dengan cepat dengan tangan menggapai membuang apa yang tidak mereka kenal sebelumnya dalam keseharian anak autisme seperti taplak meja, porselin bunga, bantalan kursi pada beterbangan dsbnya, disinilah salah satu gunanya terapi sehingga orang tua khususnya tau cara menangani perilaku anak autisme.


GB 2. 
SQS Dalam Tatap Nanar

Dalam tatap nanar, tidak ada yang tau apa yang dipikirkan anak autisme, mereka memang sulit berkomunikasi, bersosialisasi, tidak bisa fokus, perkembangannya tidak bisa ditebak oleh sebab itu orang tua harus bergerak cepat bagai deret ukur bukan deret hitung.

GB 3. 
SQS Dalam Senandung Oma

Dalam senandung oma sudah agak tenang tidak mengamuk walau sesaat namun lumayan untuk mengulang ulang apa yang dikatakan dokter waktu terapi di salah satu rumah sakit swasta yang menangani anak berkebutuhan khusus di Pekanbaru misal dengan menyebutkan nama anak, kalau mulai mengamuk bilang "tidak" sambil melihat ke anak autisme.

GB 4. 
SQS Sudah Mampu Naik Tangga Sendiri, Wau Keren...

Ternyata feeling penulis benar, dimana saat sianak autisme melihat orang lalu lalang kelantai atas melalui tbm alc, penulis yakin sianak akan naik ke tangga suatu saat, rupanya benar beberape hari setelah itu sianak yang nampaknya hanya mondar mandir membuat seiisi rumah terkejut dia sudah sampai ditangga ke empat sendirian ( suatu kemajuan memang tapi masalahnya anak belum fokus) dan hari berikutnya si anak sudah mampu naik tangga hampir sampai ke lantai atas yang lucunya dengan cara berjalan mundur hehehe syukurlah cepat diketahui kemudian dengan diawasi oma yang baru selesai sholat, sianak naik tangga dengan bergantung pada pagar dan menarik tangam oma yang pensiunan salah satu instansi pemerintah di salah satu kabupaten di Provinsi Riau, kalaulah sering-sering  naik tangga tentu tidak akan kuat inilah pentingnya pengasuh tersendiri yang paham akan kondisi sianak bukan sembarangan orang, sebaiknya yang mempunyai ilmu tentang anak penyandang autisme.

GB 5.
SQS Dalam Senandung Oma Belajar Fokus Salam....

Saat amukan sudah bisa dikendalikan berbagai cara dilakukan kembali untuk belajar fokus, dalam gambar SQS dengan bantuan oma belajar mengangkat tangan untuk bersalaman dengan anggota keluarga yang ada disekitar.

GB 6.
SQS Dalam Senandung Oma, Sesaat Setelah Mengamuk

Tidak tau waktu pasti sianak akan berhenti mengamuk melukai diri dengan memukul kepala, menghantukkan kepala, telengah sedikit mereka sudah mulai dengan perilaku tersebut malahan semakin kuat, ya Allah betul-betul memilukan tapi orang tua khususnya harus tegar, kuat, sabar melebihi apapun tapi tidak membiarkan perilaku tersebut karna kalau itu terjadi yang sangat kewalahan saat anak makin besar adalah orang tua itu sendiri, kalau keluarga sifatnya membantu meringankan beban dipundak terutama segi keuangan, selain itu orang tua harus ikhlas, walau tidak semudah mengatakannya tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi dan dipertanggung jawabkan.


GB 7.
SQS saat tenang bermain dengan abang

Saat tenang anak berkebutuhan khusus bisa lama berdiam diri, kadang-kadang ketawa, berputar- putar dan tiba-tiba teduduk dekat orang yang didekatnya, dalam gambar nampak SQS dipangkuan abang, kesempatan begini ajak sianak khusus berbicara walau dia tidak mengerti, sampaikan cara terapi bicara yang telah diajarkan dokter ahlinya saat terapi pada anggota keluarga lainnya supaya ada pemahaman jadi tidak diam saja melihat perilaku anak berkebutuhan khusus.

Fhoto oleh: 
Dra. Hj. Raja Muda Asmida, M.Pd
Pekanbaru, 1 Maret 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar